Jakarta,- Saat ini dapat dikatakan Indonesia berada dalam kondisi darurat, Terkait maraknya ada istilah ‘PRAKTIK MAFIA TANAH’, hal ini kerap kita saksikan dan terjadi hampir di sejumlah daerah, Munculnya tudingan PRAKTIK MAFIA TANAH, seakan membuat Isu sentral yang negative terhadap institusi plat merah, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil mengatakan, saat ini tim Anti mafia tanah telah bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan untuk memudahkan pelaksanaan prosedur hukum.
“Kementerian ATR/BPN sendiri telah menindak keras oknum pegawai BPN yang terlibat mafia tanah. Macam-macam hukumannya, ada yang dipecat, ada yang diturunkan pangkatnya, tergantung kesalahannya. Perlu diketahui, orang yang bekerja di BPN ini 38.000 orang, ibarat keranjang besar apel, ada yang busuk kita buang,” ujar Sofyan Djalil pada keterangan tertulisnya, Kamis (2/12/2021).
Terkait Isu Sentral maraknya ada istilah ‘PRAKTIK MAFIA TANAH di Indonesia, Redaksi JurnalPatroliNews (JPN) mendalami permasalahan dengan melakukan Wawancara Ekslusif bersama Pengamat dan Praktisi Hukum I Gusti Ngurah Agung Yuliarta Endrawan, SH, MH. di Kediamannya, di Jakarta Barat, Minggu (16/01/22).
JPN: Terhadap Pimpinan dan ASN nya sendiri apa yang bisa diharapkan guna menghindari adanya mafia tanah ?
JPN : Akhir-akhir ini mulai marak pelaporan terkait Mafia Tanah, sebenarnya ini fenomena apa sehingga mafia tanah mendapatkan hak tanah yang dikuasai secara semena-mena bisa terjadi dengan leluasa melancarkan praktiknya ?
Agung Endrawan: Kalau ditanya terkait dengan mafia, tentunya kita harus melihat dari sisi etimologi bahasa, apa sebenarnya definisi Mafia tersebut. Mafia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan, artinya ada beberapa orang yang merupakan kumpulan dalam satu tujuan untuk suatu kejahatan, isitilah gaulnya kongkalikong atau istilah umumnya permufakatan jahat, nah kejahatan sendiri dalam positive law diartikan melanggar peraturan perundang-undangan (onrecht), bisa mulai dari cacat prosedur, substansi, wewenang sampai pada tindak pidananya itu sendiri. Siapa beberapa orang tersebut, bisa oknum ASN dan/atau Non ASN, tentu kalau mau dikatakan ada mafia harus dibuktikan dengan pendalaman pemeriksaan serta kajian, baik itu kajian fakta dan yuridisnya. Karena ini merupakan mafia tanah maka obyek permasalahannya adalah terkait tanah. Jadi kalau ditanya mengapa ini bisa terjadi, karena ada tujuan yang sama, persetujuan bersama atau kesepakatan bersama dari beberapa orang, tentunya kejahatan harus dipandang dari tujuan yang saling menguntungkan atau setidak-tidaknya baik itu menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain atau setidak-tidaknya bisa juga merugikan orang lain atau bahkan negara atau lebih-lebih dikait-kaitkan kepada kepercayaan publik terhadap pemerintah. Terkait dengan fenomena mafia sebenarnya tidak hanya terjadi terkait tanah juga bisa hal-hal lain dan juga tidak terjadi baru-baru ini karena kejahatan selalu beriringan seiring dengan perkembangan jaman dengan berbagai model dan cara, artinya tidak semua orang berpikiran sama tergantung dari tujuan dan kepentingan, apakah tujuan dan kepentingan itu untuk niat yang baik ataukah tidak.
JPN: Terkait dengan berbagai model dan cara yang disampaikan, bagaimana model dan cara dari mafia tanah dimaksud ?
Agung Endrawan: Saya tidak ingin terlalu vulgar menyampaikan hal ini, namun ini hanyalah oknum dengan model dan cara selalu berkembang mulai dari cara convensional, bisa saja dengan tidak melakukan sesuai standar prosedur karena sesuatu kesengajaan untuk “kepentingan” dan memanfaatkan oknum-oknum ASN dan/atau Non ASN termasuk dengan pihak ketiga sampai cara mengelabui dan/atau menghilangkan data-data dan fakta yang ada baik yang manual maupun yang digital. Secara prinsip cara dan model kejahatan selalu berbanding lurus dengan perkembangan jaman dan selalu dikaitkan dengan kesempatan dan keinginan/niat untuk berbuat jahat.
JPN : Jika kita amati dari waktu ke waktu sejak dekade pemerintahaan terdahulu sampai pemerintahaan Jokowi mengapa mafia tanah sepertinya selalu ada dan sangat leluasa menjalankan praktik yang memperkaya diri sendiri dan kelompoknya ?
Agung Endrawan: Secara umum kehidupan pokok selain sandang dan pangan salah satunya adalah “papan” rumah tempat tinggal dan tempat berlindung dari panas, hujan, binatang buas dsb, karena papan merupakan kebutuhan pokok dan tidak bisa berdiri tanpa tanah maka ada papan pasti ada tanah, namun secara khusus seperti yang tadi sudah saya sampaikan, tanah ini mempunyai tujuan dan kepentingan nilai ekonomis yang tinggi bahkan sebagaian besar anggapan orang nilai jual tanah tidak pernah turun dan oleh itu banyak orang melirik menjadikan tanah tidak saja sebagai tempat tinggal semata namun ada juga kepentingan untuk mencari keuntungan dan bahkan kekayaan. Sehingga atas pertimbangan tersebut akan selalu ada pihak-pihak namun tidak semuanya untuk mencari jalan melakukan perbuatan yang mengarah seperti yang dikenal sekarang istilah mafia tanah.
JPN: Bagaimana biasanya peran Non ASN dalam melakukan ikut serta mendukung perbuatan mafia tanah tersebut ?
Agung Endrawan: Dalam “konteks mafia tanah” sebagaimana yang telah disampaikan diatas, peran Non ASN lebih kepada memanfaatkan dan/atau kerja sama atas potensi, kondisi, dan posisi transaksi, namun hal yang dominan memang ASN yang selalu memegang peranan baik itu sebagai pengambil kesempatan dan/atau kerja sama yang erat dengan pihak lainnya maupun sebagai pengambil kebijakan yang mengarahkan pada prinsip pembiaran atas cara dan model kejahatan mafia tanah yang ada.
JPN: Melihat dari maraknya mafia tanah tersebut, bagaimana mencegah hal tersebut tidak terjadi?
Agung Endrawan: Sebenarnya memang perlu dibangung Sistem yang memadai baik itu membangun sistem Sumber Daya Manusianya yang saling terkait dan “berintegritas”,termasuk dan tidak kalah pentingnya keteladanan dari seorang pimpinan, Sistem Pendaftaran Digitalisasi dan Database yang handal yang menghindari pendaftaran bertemu langsung kecuali hal lain yang perlu pembuktian di lapangan serta sistem pengawasan yang sangat ketat dan saling mengawasi, bila memungkinkan sistem yang dibangun adalah sistem aktif baik internal atau bekerja sama dengan ekternal dalam penelusuran tertutup guna memperoleh pertimbangan dan gambaran fakta yang sebenarnya sebelum diterbitkan sertifikat atau pemecahan sertifikat oleh pemohon dan yang tidak kalah pentingnya adanya one big data map policy antar pemangku kepentingan, supaya negara dalam organ pemerintah di dalamnya ada satu kesatuan dalam gerak dan langkah guna memberikan kepastian hukum.
JPN: Banyak korban dari mafia tanah saat ini merasa sangat pesimis akan pengaduan mereka untuk bisa dibela atas kepemilikan tanahnya, Apakah saat ini sudah tidak ada kepastian hukum untuk korban mafia tanah?
Agung Endrawan : Dalam konteks sertifikat sendiri bisa mewujudkan kepastian hukum, namun dalam konteks praktiknya “di negara lain” ada 2 sertifikat tanah dalam obyek lokasi yang sama, sehingga diperlukan langkah-langkah pencegahan ke depannya. Ada yang membeli dari proses lelang yang sah bersumber dari penyitaan Aparat Penegak Hukum namun setelah dibeli tidak dapat dimiliki dan lain sebagainya. Maka timbul pertanyaan siapa yang akan melindungi setiap warga negara yang ber “itikad baik” dan sejauh mana tanggung jawab negara dalam hal mengatasi ini. Artinya dalam kasus-kasus tertentu tidak ada kepastian hukum apabila praktek mafia tanah masih terjadi dan belum ada solusi dari setiap kejadian yang ada. Kalau sekarang ditanya apakah sudah ada kepastian hukum, maka mari kita dengan penuh itikad baik samasama melihat perkembangan dan merasakan dari setiap peristiwa yang ada. Setiap kejadian yang ada adalah guru yang paling berharga untuk mencari solusi dari tiaptiap permasalahan.
Agung Endrawan: Keteladanan pimpinan secara berjenjang dan budaya saling mengawasi termasuk peranan APIP harus bergerak cepat dalam mengambil langkah strategis agar mafia tanah tersebut tidak meluas seperti virus yang menyebar cepat. Pencegahan dan penindakan dengan Inovasi yang tinggi harus dilakukan dengan konsekuen dan konsisten. Langkah diskresi diperlukan apabila terjadi sumbatan penyelenggaraan administrasi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kejujuran ASN, pelayanan yang baik dan berhasil guna serta santun diperlukan dalam bekerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN sekaligus memberikan marwah menjaga harkat, martabah dan kehormatan ASN itu sendiri dan setidaktidaknya untuk memberikan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan khususnya aparat birokrat (ASN) di pemerintahan. Ada adagium mengatakan “sepandaipandainya tupai melompat akhirnya (pernah) jatuh juga”, kalau pengandaiannya “sepandai-pandainya kejahatan itu disimpan, lambat laun cepat atau lambat akhirnya akan terungkap juga”
JPN: Sebagai penutup wawancara ini, jika mafia perampasan tanah dan aktor intelektualnya dibiarkan maka akan semakin banyak tanah di Indonesia dikuasai segelintir orang. Hal ini kita ketahui tentu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 dan rasa keadilan ?
Agung Endrawan: Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ada disebutkan “Pemerintah Negara Indonesia yang “melindungi” segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”, makna dari kalimat ini adalah pemerintah akan melindungi siapapun, yang dalam penjabarannya dituangkan dalam Pancasila khususnya tercermin dari sila kedua dan kelima, yaitu Kemanusian yang adil dan beradab dan Keadilan sosial bagi seluruh tumpah darah Indonesia, sehingga kalau digabungkan Pemerintah dalam melindungi setiap warga negara haruslah adil bagi rasa kemanusiaan dan adil bagi sosial (masyarakat luas), jadi terlihat ada keseimbangan dalam prinsip keadilan disini. Selanjutnya keseimbangan setiap warga negara dalam keadilan ini tercermin dalam kesamaan perlakuan dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, artinya Pemerintah berkewajiban melindungi setiap warga negaranya namun juga disisi lain setiap warga negara juga berhak untuk mendapat perlakuan sama dimuka hukum dan pemerintah. Prinsip tersebut akan hilang atau dicabut oleh negara manakala jika terbukti terdapat perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau yang mempunyai niat jahat yang dituangkan dalam bentuk perbuatan kejahatan dan mafianya, bahkan dalam konteks perdata sesuatu yang bersifat halal diwajibkan dalam setiap perbuatan perdata, sehingga dengan kata lain konteks niat/itikad yang baik yang dilindungi oleh negara, maka mencermati dari pertanyaan penutup seyogyanya mafia perampasan tanah dan aktor intelektualnya apabila dapat dibuktikan kiranya ditindak dengan tegas dengan konsisten dan ini sudah terlihat dari gerak bersama baik disisi masyarakat yang merasa dirugikan maupun pemerintah yang juga sudah berupaya membentuk Satgas Mafia Tanah dan kegiatan lainnya dalam satu frekuensi pemikiran yang sama untuk mengatasi masalah mafia tanah ini. Himbauan untuk sama-sama optimis dan saling berperan untuk menguatkan sistem pertanahan agar lebih baik lagi sangat dibutuhkan dan Semoga dengan niat baik akan menghasilkan hasil yang baik. Sumber: https://jurnalpatrolinews.co.id/